Apa yang kita harapkan dari sebuah pertemuan?
Apa yang kau lihat dari keindahan bunga yang layu?
Layu dalam rindu laksana melati yang haus dengan rintik hujan.
Di persimpangan malam,diantara lelap dan sadar aku mencoba mendustraksikan setiap candu yang kau tumpahkan ke dalam hangat pelukmu. Menjadi persembahan atas jiwa yang sepi, melarutkan malam menjadikan ia pagi.
Ada hati yang pernah terluka, terjatuh dalam nestapa mengusik kepasrahan dan mengiris luka di relung hati yang dalam. Karena yang ada di sampingmu, sesungguhnya bukan milikmu, karena yang memelukmu, bukan berasal dari tempat kau merayu. Mereka hanya zat yang singgah, meramang raga membentuk jiwa seolah akan selamanya ada. Malam tak segalap angan, memantul dalam ruang hampa yang kusebut sepi, berdiam dalam sebuah sudut tenang yang kunamakan sepi, aku kian terjebak didalam sebuah ambisi, menulis dalam sunyi tentang ambisi malam dan kelam berkepanjangan. Ada pilu yang menari mengejek setiap kepasrahan, saat aku tak mampu lagi menuliskan banyak harapan tentangmu. Bosan aku dengan khayal, sejuta mimpi untuk memiliki namun sadar menepuk untuk tahu, bahwa ada hal yang tak pantas tercapai, atau setidaknya aku tak cukup pantas untuk lantas bersamamu melalu garis batas. Menata kembali perlahan kata kian kata, menyusun aksara hingga aku sadar dari luka. Ada hal yang harus kita perhatikan dari setiap perjalanan dan mengerti tujuan awal mengapa langkah mulai menyusun angan. kesalahanku, menjadikanmu alasan segala rindu, waktupun mengurai tetes hujan menjadi bulir-bulir kenangan, ia menelusup tanpa permisi membasahi nurani. Jejak adalah angin tak terbaca oleh tangis, mimpiku memuai hebat pada ketiadaan. Aku tak pernah menyesal akan keputusanmu untuk mengacuhkanku, yang aku sesalkan adalah tiada sedikitpun kesempatan bagiku membuatmu bahagia, bukan perih yang aku ratapi, tapi pengertian yang tak pernah kau beri. Aku mencintaimu dengan terengah-engah, mentiadakan oksigen dengan menjadikanmu satu-satunya udara yang aku izinkan mengisi setiap rongga, menghempaskan darah dengan namamu yang mengalir membuat jantungku tetap berirama. Bagaimana mungkin aku menjauh jika hanya padamu keegoisanku luluh? Bagaimana mungkin aku pergi jika bayanganmu masih saja menghiasi mimpi? Detik yang berbaris hanya membuat pengharapan semakin miris. Kau tak bergeming, kau tak pernah menjawab dengan alasan caraku mendambamu terlampau bising. Tangkupan tanganku masih saja menggenggam harap untukmu, namun ke egoisanmu membuatnya kosong laksana harapan semu. Cinta bukan tentang kepemilikan, karnaku sadar kaupun mengharapkan seseorang untuk menemani malammu, entah orang terdahulumu atau orang yang baru hadir dihari-harimu, retorika berfikir kita sama tentang menanti dan bermimpi, kita dilahirkan atas banyak garis yang bersinggungan, nestapa seolah memutuskan garis itu satu persatu. Hidup adalah jalan cerita abstrak yang tersusun rapi. Mengapa kita di pertemukan? Sebagaimana mestinya nafas berhembus adalah jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan rumit itu. Maka untuk baik terakhir tulisan ini, selepas sedihmu karna hal yang mengecewakanmu, aku hanya sedikit berpesan sadari bahwa kau tak pernah sendiri.
Dari orang yang diam-diam menyayangimu
@loalding