Di antara renung nyanyian pagi, aku belajar menafsirkan teka-teki selepas kepergian hati. Rahasia yang kau simpan di balik langkah gontai seolah tak mampu bertahan, namun hilang kau perlahan memudar. Tak ada kata perpisahan, darimu puan bermata sendu untukku yang tak pandai mengartikan perpisahan. Dan jiwamu, adalah kehilangan yang belum aku ikhlaskan. Bahwa ketiadaanmu adalah luka yang belum tuntas aku sembuhkan. Kau memilih bungkam, sedingin pagi yang menghentikan kehangatan. Kau, yang pergi tanpa pesan, memang kau berniat bermain perasaan atau aku yang salah menanggapi rasa dan harapan?
Aku membawa perasaan, jauh perjalanan mencari tujuan. Cinta yang semesta damba semata-mata harapan semu, terasa mesra namun kosong, palsu. Dan akhirnya semua kisah yang awalnya semesta rencanakan pada satu garis yang saling bersinggungan kini telah pulang pada jalan kebahagiaannya masing-masing. Kita tak lagi saling memahami dalam nada dan diskusi dalam prosa yang kita ubah menjadi puisi. Atau paling tidak cerita-cerita hari dibawah senja sebelum jingga menepi. Dimanakah dirimu yang dulu berada? Aku mencarimu, mencari kamu yang dulu, yang pergi tanpa pesan. Meninggalkan kenangan kusam di antara coretan puisi dan secangkir kopi pahit dalam perbincangan hangat menuju pagi, seketika pagi ini aku di hanyutkan oleh penyesalan. Mengingat semua kenangan dan perih yang datang secara bersamaan. Mengapa? mengapa semua manis di awal kisah kini menjelma dalam pahit yang mematikan rasa? Jika sejak awal hanya mimpi yang membuat aku bahagia kenapa aku tidak hidup saja di alam mimpi? apakah sesimple itu sebuah perasaan? datang, pergi, lalu melupakan?
Untukmu, aku ingin menyampaikan beberapa hal. Kita pernah bertengkar hebat. Menguraikan airmata dalam sumpah serapah dan derai tangis menggema di udara. Kenangan yang pahit penuh dengan nestapa akibat dari kegagalan menanggapi rasa yang tidak tentu arah. Beberapa waktu kita mengutuk rindu. mengunci ingatan tentang alasan mengapa sampai hari ini kita tidak menemukan ruang untuk bertahan. Kau menutup kemungkinan, mengunci rapat setiap kesempatan, meniadakan harapan untuk berbicara menjelaskan segala luka yang meradang. Dan kini, setelah lama kita mengurung diri dalam diam. Kini setiap amarah menggema dalam ingatan. Setiap airmata terasa hangat diujung mata. Semua permasalahan menumpuk hebat dalam pikiran. Bayangmu tetap ada, aku bisa merasakannya namun tak mampu lagi aku menyentuhnya. Kamu yang menjadi alasan mengapa aku mampu bertahan. Kamu yang mengajak aku bangkit dari kematian meski kamu yang mengembalikan aku kembali pada ketiadaan. Kamu adalah alasan mengapa sampai hari ini aku tetap diam tanpa kepastian. Mencoba menerima kenyataan namun sekali lagi hal yang ingin aku lupa justru semakin terasa nyata. Aku tidak bisa melakukan hal apapun selain menulis ini dan berharap mungkin nanti kamu akan membaca semua persoalan hati. Tidak mungkin bisa aku pungkiri bahwa memang aku masih berada pada titik terendah dalam kehidupan.
Seperti baru kemarin kita dipertemukan, melewati masa dimana rasa dibalas tuntas. Menjadikanmu sebagai rumah, tempat berteduhnya segala nestapa. Seperti baru kemarin kita mensabdakan diri untuk bersama melewati silang garis batas, merencanakan banyak hal hebat, menghabiskan hari tanpa berpura-pura untuk selalu terlihat bahagia karena kita memang tengah merekah bahagia. Ya, seperti baru kemarin dan aku tidak percaya bahwa kini semua telah berlalu dengan begitu saja. Untukmu yang ternyata tidak bisa aku jadikan rumah, Aku meminta maaf atas segala resah yang pernah tercipta. Aku meminta maaf bahwasan aku nyatanya tidak mampu
Menjadikanmu sebagai tempat terakhir dimana semua kisah pilu berakhir. Maafkan aku, yang tidak pernah bisa memberikan rasa nyaman selaksa rumah yang pernah kita rencanakan. Hanya saja sayangnya puan aku tidak cukup pantas untuk memenuhi kriteria sebagai tuan yang akan di terima. Aku nyatanya hanya bayangan hampa, tempat semua rindu membekukan diri dan membunuhku perlahan dalam sunyi. Aku yang terlalu pencemburu yang menghancurkan setiap hal baik. Namun puan, aku tidak pernah sedalam ini mencintai, aku tidak pernah setabah ini dalam bertahan, puan, lihat aku dengan segala hal baik yang aku punya, aku tak perduli seberapa sering aku di hancurkan, seberapa sering aku di buang, tak di anggap, bagi ku, aku mencintai mu melebihi apapun.
Terimakasih puan. Atas segala perjalanan panjang, aku akan selalu tetap disini. Memelukmu, dengan kenyamanan yang tersisa.