Kita sudah sampai pada penghujung Agustus, 2020 tidak menarik apabila aku tidak menuliskan kesedihan dibulan ini, aku harus menerima banyak kenyataan, banyak sekali yang menyebabkan luka pada bulan ini, banyak sekali yang harus memutuskan untuk pergi.
Aku ini hanya tersesat berkelana dengan dada yang terluka, mencari entah itu apa yang dapat menemani, aku hanya bosan dan terus melangkah, lari dari kenyataan sepiku yang terus membayangi. Sejujurnya, aku hanya ingin meminta kau menungguku disana dan aku akan berlari kepadamu, Kembali pada ingatan dimana hari kau harus melepasku, seperti lemah tak berdaya, raga tak punya jiwa, tapi bukanlah akhir dari segala waktuku. Hanya aku terlena pada satu hal tentang isi menanggapi luka. Seketika membaca cerita-cerita kita yang berakhir tanpa sisa, mengingat-ingat kembali pesan yang tak asing ditelinga. Kita pernah bertukar mimpi, berbagi peluk, membalas senyum, berpaut tubuh. Sekali ini aku berada pada fase dimana hati, selalu di hantui oleh bisikan suara yang terus bergema di telinga, "Dia tak mencintaimu," Suara itu selalu saja berbisik, masuk di antara cela hati dan mengirim perintah kepada otak untuk menerima kenyataan pahit. Pesan kepada hati terus saja mengirimkan pertanda, bahwa aku harus segera berhenti melangkah. Karena, berjuang sekeras apapun aku tak akan pernah berhasil mendapatkan bagian dari perhatian sikapmu. Semaksimal apapun usaha yang aku lakukan, aku tidak akan pernah mendapatkan ruang di hatinya, karna aku bukan pemeran utama di drama hidupnya. aku hanya korban dari akibat kegagalan menanggapi rasa. Hati mulai goyah, terus menerima pesan-pesan isyarat untuk menyerah. Rasanya ingin sekali aku bertahan, bertahan sejenak, sedikit lagi, namun kenyataan berbanding lurus dengan apa yang suara itu selalu sampaikan. Serta merta menjadi tidak percaya diri. Aku hidup dalam hitungan. Mencoba mengusik kepasrahan dalam sumpah serapah ataupun goresan kata janji yang teringkari dan tertahan. Pada akhirnya bukan kamu yang mengingkari, hanya aku saja yang terlalu berharap pada janji. Karna yang ku dapat hingga detik ini, hidup hanya perihal meninggalkan dan ditingalkan. Tidak ada yang menetap apalagi janji manis dalam kata abadi. Kita sering kali terjebak, salah mengartikan banyak hal yang berujung perbedaan. Awalnya, aku kira kita bisa benar-benar bersama. Menyelesaikan segala hal yang selama ini menjadi keresahan.
Kamu pasti tahu, bahwa masing-masing dari kita adalah serangkaian takdir gigil hujan yang membawa dingin malam hari. Dari sisa embun pagi hari lantas aku menyusun getir pada setiap hujan yang aku pinta untuk menyampaikan bahwa ini adalah narasi pelaksanaan takdir tanpa kata akhir yang aku tulis sendiri aku mencintaimu. Dibawah rintik hujan ku bisikan namamu. Berandai bahwa hujan akan menyanyikan rinainya dan menyampaikan pesan manis menuju hatimu. Aku menafsirkan tabir dalam rangkaian takdir sebelum hujan benar-benar berakhir. Seandainya bisa, ingin aku sampaikan bahwa berlubang rindu telah menyemat tanya tentang mengapa hujan, mengapa merindu menjadikan sunyi bertambah lara? Bisa jadi rindu adalah rumah. Sebuah pilihan yang harus kita jaga, jauh dari kata tenang, jauh dan berteman gusar. Bisa jadi ini catatan terakhir sebelum pulang. Sebelum berhenti membahagiakan beberapa orang dan fokus membahagiakan diri sendiri. Bisa jadi keadaan akan lekas berubah. Kita tidak lagi ada, menguap bersama kenangan yang mengudara di udara jantung kota. Tidak cukup hujan memenjarakan rasa dalam kurung diri yang tak nampak dituai rintik merengkuh tak pernah ingin lepas. Disini, bulan bertemankan hujan dan rintiknya membungkam matahari untuk terbangun. Dibawah rintik hujan sepanjang hari ini, telah ku sematkan sebuah pesan yang tak mampu aku katakan. Bahwa mencintaimu adalah bagian terbaik meskipun kita hanya sepasang manusia yang kebetulan saling menatap pada langit yang sama. Kini kita telah usang, Entah siapa yang akan merasa lebih kehilangan, Atas apa yang pernah sama-sama kita perjuangkan. Doaku pada paragraf terakhir ini, aku hanya menyampaikan rasa yang benar-benar hancur bahkan tidak ada lagi yang tersisa.
Semoga bahagia selalu kelak dengan siapapun engkau akan berlabuh.
Salam hangat
ALDI