Padamu, aku jatuh hati, sebelum pagi mensabdakan cerita tentang lahirnya embun yang menggoyah kerinduan. Peristiwa pagi, saat ketika mentari mulai menari. Menyusun kata, merangkak naik menyinari dunia. Disitu lah kau di lahirkan, menjadi embun pagiku kala waktu sendu menguap diantara dua sisi batas yang kelam. Malam yang tidak terlalu panjang atau pagi terlalu cepat datang. Benar sekali, Kau adalah embun pagiku. Kau pemeran utama di setiap hari kala kita menuai kisah mencelotehkan dunia dibawah riak langit semesta. Kau adalah embun yang daun lahirkan lalu seketika menetes saat mentari bersemi. Kau tetap sejuk yang angin bawa di bulan penghujung tahun, lalu menjadi pelipur lara di bulan lainnya. Kau seberkas harapan yang datang, diantara petir badai yang menderu. Percayalah, kau alasan terindah tentang mengapa kini duniaku ada.
Menunggu waktu kusam seolah kita hanya bisa diam. Sepeninggalan pagi aku hanya meninggalkan rindu-rindu yang aku tuliskan dalam barisan sajak saat kita memperhatikan senja berdua. Aku tak mengerti, mengapa semesta begitu pandai memainkan perasaan. Pagi yang dingin di selimutinya aku oleh kerinduan. Lantas saat senja terbenam, ia hadir hangatkan jingga yang nampak kelam. Bagaimana bisa kita tetap mampu diam sementara semesta telah memberikan celah untuk kita menukar rasa?
Mungkin matahari sedang sendu, tapi kemana pelukis langitku? Bukankah sore itu saat pulang aku genggam tangannya begitu erat? Agar aku tak kehilangan kenangan penting dalam hidup. Alih-alih takut kenangan yang hilang, percayalah aku lebih takut kau yang hilang. Bercanda dalam dusta sementara hati dan cinta tak lagi mampu berkata. Pahamilah, kesulitan jiwaku untuk memecah rindu yang kau silangkan bersama ragu mendekap. Dalam hari berlembar hari, tentang betapa rasaku masih selalu untukmu. Melukiskan langit di hatimu, hingga sendu tak lagi akan membunuhmu. Aku percaya, pelukis langit ku tidak pergi seutuhnya.
Aku mencintai setiap langkah yang kau genggam erat penuh makna. Aku mencintai setiap canda tawa tepian kota. Bahkan aku mencintai tatap mesramu kala malam mulai menyapa. Baiklah, untuk kali ini aku harus akui, aku membuat pengharapan saat bersamamu. Entah harapan untuk kembali mengulang berjalanan, atau harapan untuk hidup bersama di kemudian waktu. aku ingin tertawa, Kau yang ku kira rumah, ternyata kau hanya singgah. Kau bukan rumah, kau hanya perjalanan yang datang saat purnamaku utuh seutuh-utuhnya. Senja yang meredup kau obati luka.
Ada hati yang kau tinggalkan kala kau mengajak resah untuk sekedar pergi melepas lelah. Penat dari hiruk pikuk keramaian kota, gemerlap lampu jalan kau ajak aku menuju kesunyian. Kala itu, sepi yang kau usir adalah isyarat cinta yang aku kira sungguh nyata. Bagaimana bisa aku relakan setiap waktu hanya untuk merengkuh utuh bersamamu? Sementara aku tak tahu maksud dan tujuan hatimu. Entah perkara cinta, atau apa pun itu aku tak tahu.
Kau segenap dengan sukarela menjadi lakon utama dalam perjalanan melawan luka. Kau bijaksana, aku percaya karena saat ini kau sungguh nampak luar biasa. Menjadi cermin dari dua sisi kehidupan yang aku perankan. Bijaksana sekali kamu, kamu ajak aku lari dari kejam dunia bercinta bersama alam penuh nuansa. Entahlah, aku tak ingat betul setiap kenangan yang kamu ukir. Bagiku saat ini yang aku rasakan saat menatap mesra matamu adalah, aku mencintaimu.
Namun ada yang salah saat aku makin mencintaimu, ibarat luka, perlahan-lahan makin terbuka, entah aku yang terlalu berani masuk, atau kau begitu pandai membuka, hanya seutas harapan yang menjadi pijakanku saat ini, fatamorgana mana yang akan kau berikan kepadaku? Luka atau kebahagiaan, yang pasti, untuk malam ini aku belum begitu siap kehilangan, kehilangan yang bahkan belum sempat aku genggam, bukankah merelakan apa yang belum kit miliki adalah suatu hal yang tak mudah? Lalu mengapa kamu mengajari ku hal yang begitu sulit? Aku percaya. Dari berjuta resiko yang kupunya, aku memilih resiko saat aku harus menanti hal yang semu, percaya bahwa kau telah melupa hanya memeluk bayangan, yang etah begitu dekat atau hanya khayalan.
Depok - 4 Januari 2018
01:52 saat aku merindukanmu
Salam hormat
@loalding