KAMU ORANGNYA.
Hai, Apa kabar?
Semoga kita baik-baik saja.
Karena tulisan ini adalah obat saya terpaksa harus menulis lagi dengan kisah yang berbeda. Terimakasih yang sudah setia menunggu setiap aksara yang saya tulis.
Entah kau akan membaca ini atau tidak. Semoga semesta memberimu jalan agar bisa sampai pada rangkaian kata tulisan ini. Seperti layaknya pertemuan kita. Semesta yang usil, tiba-tiba mempertemukan kita berdua. Kau tau, ini konyol. Aku sama sekali tidak mengira bahwa kau akan secepat itu menerobos dan berhasil membuat pertahanan hatiku runtuh. Kau membuat seluruh organ tubuhku bertengkar riuh. Kontradiksi di dalam pikiranku. Serta hati yang sudah sangat terbuka lebar untukmu yang sebelumnya tidak pernah aku buka untuk siapapun.
Kau menyusup di sela-sela ruang. Menerobos. Menjatuhkan benih. Yang perlahan tumbuh diam-diam, menjadi tunas. Tetapi tidak tahu akan tumbuh sebagai bunga lili, atau kaktus berduri. Raguku besar. Sedari awal kau cuman bercandakan? Aku tidak ingin menjadi orang bodoh. Walaupun sudah terlanjur bodoh, puan. Sampai saat ini pun kau masih tidak jelas. Kau seperti cuaca saat ini, tidak mudah di prediksi. Aku kebingungan, menentukan sikap. Harus bagaimana, sementara hati kecilku tidak bisa menahannya, harus aku akui aku mencintaimu dengan sangat.
Akhirnya diriku selalu kecewa dengan ekspetasiku yang terlalu jauh. Hatiku selalu teriris oleh rasa dan ulahku sendiri yang terlampau berlebih. Sedari awal aku ingin menyudahi ini. Sebelum terlalu jauh. Sebelum hatiku jatuh terlampau dalam. Tapi percayalah. Aku menyayangimu, sungguh.
Setiap kenangan masih membekas, tersimpan rapi dalam hati. Hari-hari penuh ambisi, kau hadir sebagai pengisi hati. Sepi dan sunyi kau temani. Hingga kau libatkan perasaan ini. Kini kita terpisah karena berbeda arah. Kau yang memutuskan pergi karna sikap ku yang keterlaluan kata mu, puan sadarkah, aku hanya manusia pencemburu yang takut kehilangan setiap senyuman indahmu. Walaupun pada akhirnya aku harus benar-benar kehilangan seyuman penenang itu.
Pagi ini aku menyadari, ada banyak sekali hal yang berubah setelah lama kita tidak bersuara. Mencintaimu saat itu tidaklah mudah, hanya saja mengapa rindu datang disaat yang tidak terduga? Aku tahu, setidak ikhlas apapun aku jika bagimu aku bukanlah rumah, aku tidak akan mendapatkan penetap yang setia pada ketulusan.
Demi apapun, lautmu adalah tenang yang paling berani melawan badai. Membawa gerak tubuh selaras dengan gelombang dan perdu angin yang membawa kabar dari daratan. Terimakasih sudah mendayung perahu yang selama ini bersandar, kehilangan nahkoda dari masa silam akibat badai yang mencabik-cabik suara harapan
Di dalam tubuhmu tersimpan segala atap, dinding dan jendela untuk menetapkan diri. Untuk menggenapi segala perjanjian yang diterbitkan matahari pula yang dibenamkannya saban hari. untuk membenarkan jalan cerita yang seringkali ragu-ragu kita telusuri.
Kau tahu, hawa adalah percampuran rahasia dan keindahan yang bakal menyeret adam ke dalam kegelisahan. Lantas membiarkan adam ditelanjangi kerinduan yang berjejer di sepanjang jalanan seperti rumput-rumput gersang yang berayun pada kepasrahan.
Kamu adalah orangnya. Kamu adalah jawaban doa. Bagian memeluk hangat, kamu juaranya. Bagian mendengarkan aku terisak, kamu pendengar terbaik. Kamu yang rela menyelam menuju laut terdalam hanya untuk membuktikan bahwa disana ada jalan kehidupan yang terang. Dalam gelap pekat, menghapus duka dari kisah yang lara, perihal yang akan selalu melukis bahagia, masih kamu ahlinya. Dan terimakasih telah mengembalikan semangatku untuk menulis, dan dari pesan terkahir bait ini, aku hanya ingin berbisik. Aku mencintaimu.
Muhamamd Renaldi
0 comments