DETIK-DETIK
By Muhammad Renaldi - July 13, 2020
Aku masih menyimpan harapan itu. Aku masih mengasuh rasa dengan resah, sebab aku mencintaimu terlalu berlebih. Dikarenakan semua hal indah tentangmu masih membekas dalam ingatan dan akan tetap seperti itu untuk waktu yang sangat amat lama. Sebab aku mengasuhnya dengan cinta, di setiap lembar, di setiap puisi, di setiap kata-kata yang menggambarkan perasaan. Aku sedang bertahan, untuk membuktikan kepadamu, bahwa aku memiliki cinta yang utuh bukan hanya sekedar ambisi. Angin sejuk bulan juli melantunkan perdu kerinduan. Aku masih menunggu kesempatan, agar datang waktu dimana kamu membuka pintu hatimu. Memberikan ku ruang untuk semakin jauh berjuang, memberikan lembar-lembar angan yang perlahan akan ku tulis puisi cinta setiap harinya. Seindah bentang perasaan yang lapang, harapan berlapis doa, melantunkannya dimalam-malam sepi kita. Sebab kamu masih membisu, dingin selaksa guyur hujan yang sejak awal juli sering kali datang tanpa kita rencanakan. Aku yang saat ini mencintaimu. Tanpa titik atau koma, tanpa rintik serta jeda. Beri kesempatan dan akan aku buktikan bahwa nyala terang rasaku mampu menerangi sudut tergelap dari sisi hatimu. Setelah sekian lama mungkin banyak sekali hal yang bisa aku ceritakan. Namun aku memilih diam, diberanda malamku yang berlapis hujan aku kuasakan rindu pada serpihan hatiku yang pilu. Basah ia oleh airmata, kehilangan yang parah atau waktu-waktu panjang yang terbuang percuma? Melupakan, tak pernah semenyusahkan ini. Entah mengapa rasanya aku seperti kehabisan setiap oksigen, tidak dapat bebas dari segala harapan yang pernah membawaku pada lembah kebahagiaan. Tersembunyi pada belantara semesta, nyatanya aku salah. Sempat berfikir akan mudah namun aku tersesat, tersesat dijalan yang sama, dan nyatanya tersesatku sendirian, kamu sudah lama pergi tanpa pamit, sedangkan aku, masih dalam keadaan yang sama dengan rasa yang sama. Lalu di persimpangan malam-ku, aku mencoba menemui pencipta hatimu, aku berdialog dengan serius sambil sesekali di iringin air mata, aku ingin mencertikan segala hal yang menyedihkan karna ketidak mampuanku menjaga segala asa tentangmu, kamu tidak bergeming, kamu masih pandai berdiam diri tanpa satu kata pun yang keluar dari lidah itu, puan? Aku rindu dengan sangat, selain bertemu melalui mimpi dan lantunan doa, apakah kita dapat bertemu dengan lebih bijak lagi? Hanya sekedar bertatap lalu berpisah untuk menuntaskan rindu bagiku sudah teramat menyenangkan. Ahh angan-anganku terlampau jauh, melihat mu baik-baik saja bagiku sudah jauh menyenangkan. Puan, kelak apabila kau tak dapat menjadi tulang rusuk-ku, akan kuceritakan hal yang indah ini kepada anak-anakku kelak, walaupun menunggumu adalah hal menyakitkan yang sampai detik ini masih tetap aku nikmatin, akan kucaritakan kepada penerusku agar mereka tumbuh tidak menjadi pria bodoh sepertiku, pernah menyia-nyiakan sosok terbaik dalam hidupku. Puan, selamat beristirahat, aku berjanji, namamu tidak akan pernah absen diantara lantunan doa yang aku panjatkan.
Salam Hangat.
Muhammad Renaldi.
0 comments