M U N G K I N

By Muhammad Renaldi - Thursday, October 22, 2020

    Hai apa kabar? Aku berharap kamu baik-baik saja, tangis di dada masih terasa sesak, aku masih belum baik-baik saja saat semua genggaman begitu mudah terlepas, semua berjalan begitu cepat hingga aku sulit melupakan bagaimana senyuman indah itu harus berganti dengan rinai air mata di bulan oktober ini. Maaf apa bila kali ini tulisan-ku begitu melankolis, begitu tidak percaya diri, ya memang akhir-akhir ini aku telah menjalankan hari dengan krisis percaya diri. 

    Tiba kala rasa itu punah, mendesak tiap sajak kutulis tetap tanpa arti. Dia mati, hanya berupa rangkai kata abstrak tanpa makna. Semua terasa mesra namun kosong, meninggalkan bait-bait sajak yang pernah aku tulis untukmu. Yang terangkai dalam kenang, haru membisu tersapu melangkah dibunuh waktu. Mari sini lukaku, kita yang tengah berdamai. Lupakan sejenak sesak sesak kecil dihati tahan dia agar taklepas kendali tak teriak ucap kecewa tak luntur lantas airmata dan tak mati karna lupa menahan diri. Sajak yang patah, jiwa layangku hampa. Lantas, dimana aku akan berdiri? saat kau pergi dan pulang bersamanya. Membayang rasa tertampar luka? Kau tetap dengan manis berkata jangan kau terus bermain dengan cemburumu. Aku pun punya kehidupanku, dan cintaku tentunya begitu katamu. Lalu, kemana akan kubawa sajak-sajak ini? Hendak kamu bakar saja semua sajak, mungkin. Tapi tak semudah itu. Jatuh cinta bukan perkara mudah aku takakan pernah bermain bersamanya. Namun jika ketika matamu tetap saja tidak menatapku dengan sendumu maka biarkan, biarkan aku tetap pada tempatku. Tempat yg mungkin sejak awal tak sepantasnya aku disini. Tenang, aku tak akan mengganggu nadamu, aku tidak akan merusak kebun cintamu. Tetapla hidup, jalan mu kebahagiaanku dan apabila ini waktu untuk aku melepaskan, maka beri aku waktu untuk melupakan. Lantas tiba kala rasa itu punah. Pada akhirnya dalam doa aku hanya mampu berdoa dengan hal lebih realistis, semoga kau bahagia dgn siapapun kau bersama. 

    Setelah kupahami memang aku bukan yang terbaik yang ada di hatimu, tak dapat lagi ku sangsikan ternyata dirinyalah yang dapat mengerti kamu begitu hebat, bukanlah diriku. Maka kini maafkanlah aku bila aku menjadi bisu kepada dirimu, bukan santun kuterbungkam, hanya saja hati ku yang berbatas untuk mengerti kamu, Dan sekali lagi maafkanlah aku. Walau kumasih mencintaimu, aku harus meninggalkanmu aku harus melupakanmu, meski hati kumenyayangimu, nurani ini membutuhkanmu, ku harus merelakanmu. Yang tidak bisa aku jelaskan hanyalah tentang sikapmu yang terlalu membuat semesta bertanya-tanya, semudah kau datang ubah sepiku menjadi sebuah puisi cinta lalu kembali kau akan menuai luka di antara harap bahagia. Angin sejuk Oktober menyapu detik, menyuarakan kekecewaan yang runtuh bersama rinai hujan datang membawa badai, porak-porakan hati yang sempat kau susun rapi sendiri. Kau datang dengan cinta, awalnya. Membuatku memutuskan untuk hadir di permukaan rasa setelah lama aku memilih tenggelam dalam kurung diri sepi sendiri. Bagiku, bersembunyi di balik kebahagiaan palsu lebih baik daripada aku harus terjebak dalam kurungan diri yang tak tampak. Aku bukan prioritas, tempat kau menuangkan lelah tanpa batas. Setelah bahagia hampir sempurna menjamah, dengan cepat kau merubah sikap. Menghapus senyum seketika senyapkan suasana. Kau kembali tak bergeming, dalam hiruk pikuk kota terlampau bising. Disini, ditempat yang pernah kau rindu aku berteman hujan, dalam kediamanmu yang tak bertepi serta tatap mata dingin tak berarti kau kian membuat hatiku mati. Percayalah puan, hatiku telah cukup bijaksana menerima semua permainan rasa yang kau tata sedemikian rupa. Kau tahu? Yang aku takutkan bukanlah kau yang datang lalu pergi lagi. Aku hanya takut jika kamu harus pergi dan tidak kembali lagi. Maka silakan tuntaskan hasrat untuk mempermainkan perasaan, setelah kamu merasa telah pula cukup bijak, kemarilah dan jangan pernah berpikir lagi untuk sebuah kepergian. Hidup dalam keabadian, tetap bernafas pada aliran udara yang kita kemas di pada kotak kecil yang semesta beri nama harapan. Tahun ini, keinginanku hilang. Sangat pelan sampai aku tak tahu bagaimana seharusnya aku berdoa. Tentang banyak keinginan yang aku andai dalam peran melandai membawa aku pada kisah yang patah. Berharap utuh, ternyata yang aku temui hanya luka yang fana. Kepergianmu, adalah satu batas kehilangan yang belum pernah aku ikhlaskan. Puan, habisi lelah di tubuh ini. Alirkan kembali darah yang mengalir mesra melewati aurta menari di antara sekat jantung jiwa. Ku tegaskan rasa tidak punah. Tatap mata yang masih merah sehabis menguras airmata dalam kenyataan bahwa hatimu, tidak pernah mencintaiku. Bahwa detik-detik berharga dalam hidupku ketika mengenalmu adalah detik hampa dalam nafasmu yang lewat begitu saja. Bagimu, aku tetap bukan siapa-siapa meskipun aku telah memberikan segalanya. Membekas namun semakin merasa terlepas. Tiap pelukan hangat yang pernah menjadi bara api kala dingin merasuk sepi. Jantungku tetap berirama, meski kehilangan satu nada yang berontak meminta sempurna. Patah hati kali ini menjadi teguran kepada hati yang telah lama bersembayang dalam sepi. Setelah kepergian malam yang aku temui hanya kembali kelam. Tidak ada cahaya untuk menerangi jalan kemana aku harus melangkah setelah perpisahan? Semua masih terasa sama seperti dulu kala. Tidak ada yang berubah kecuali kamu telah tak di tempat yang sama. Memupuk lara menoreh luka bersama hati yang memaksa raga terus mengeluarkan kalimat penuh derita.

    Dan terimakasih untuk perjalanan panjang yang pernah kita tuai bersama, anggap semua adalah bentuk pendewasaan diri, dan tugasku adalah mengiklaskan segala kenangan yang pernah kita ukir, semoga kelak kita dipertemukan kembali dalam sebuah hubungan yang lebih baik, untuk puan yang ada di ujung kota sana, aku hanya ingin mengungkapkan rasa untuk terakhir kali, Aku Mencintaimu, semoga bahagia selalu. Aku yakin pria pilihan-mu adalah wujud nyata dari segala doa yang pernah engkau ungkapkan kepada pemilik alam semesta ini. Hai, love you.

 

Salam Hangat 

Aldi. 

:(

 

 


  • Share:

You Might Also Like

0 comments