Raja Zeus dan Ratu Neptunus

By Muhammad Renaldi - Saturday, February 19, 2022

Hai, saya kembali, setelah kurang lebih saya Hiatus tujuh bulan dari blog ini akhirnya saya kembali hari ini, saya kembali atas desakan beberapa Manusia untuk saya kembali menulis, saya tau tulisan saya belum sebaik Raditya Dika atau J K Rowling namun saya rasa "Terusalah Menulis Hingga Penamu Habis" harus saya ingat betul. Beberapa bulan kebelakang orientasi saya menulis bukan tentang karya dan penikmat lagi, namun saya ingin selalu membawa nilai-nilai emosional kedalam tulisan saya sehingga Ekspetasi saya terhadap tulisan saya terlalu tinggi, namun beruntungnya saya punya Tami yang selalu mengingatkan saya bahwa menulis adalah bagian dari kehidupan saya. Mari kita masuk kedunia yang belum pernah kita temui sebelumnya.

         Pacarku tidak akan menulis balasan untuk surat-suratku. Dia bicara dengan bahasanya sendiri. Dia membaca, mengunyah kata-kataku, menelannya dengan lembut, dalam kesunyian yang seringkali sulit kupahami. Kalau saat ini dia sedang duduk di depanku dengan gayanya yang selalu chill itu mungkin akan dipegangnya tanganku sambil dia bilang, “Teruslah bertumbuh dan berhenti mengeluh.”

Memang, selain pencemburu ulung, aku sepertinya berbakat jadi pengeluh ulung. Setiap hal, mulai dari yang kecil, bisa membuatku gila jika menurutku mereka tidak berada pada tempatnya. Sayangnya aku keseringan luput memahami bahwa dunia gak melulu berjalan seperti menurutku. Bisa juga menurut pacarku. Dan itu sah luar dalam. Yang selalu membuat aku bahagia, pacarku selalu punya cara meredam setiap emosiku ketika menghadapi dunia yang bajingan ini, dia selalu pandai mengingatkan ku bahwa mengalah bukan bagian dari kalah, dia mampu membisikan kata-kata ajaib yang mampu membuat berfikir bahwa membuktikan diriku besar kepada sesuatu yang kecil tidaklah berguna.

Pacarku bukan orang yang definitif. Kebutuhannya bukan mendefinisikan setiap istilah yang ia temukan. Dia lebih senang punya pengalaman dan belajar dari sana. Bukan pakai KBBI, melainkan intuisi. Aku sendiri sadar susah sekali menguraikan dia sebagai seorang manusia yang begitu — manusia yang gak berkutat di kamus, tapi bisa membawakan seisi dunia ketika berbicara denganku.

Kurasa pacarku ini jelmaan dari aku ingin mencintaimu dengan sederhana-nya Sapardi. Yang hujan biar jadi hujan, yang abu biar jadi abu. Dalam satu whatsapp-nya, dia bilang, “puisi boleh puitis, film boleh dramatis, tapi hidup jangan.” Aku langsung paham dan tersedak. Jujur saja, bukan dia yang pertama kali bilang ini, tapi ini pertama kalinya aku memercayai orang yang mengatakan ini.

Ketenangannya ini persis seorang Stoic. Dia akan berusaha sesantai-santainya supaya pembawaan anxious attachment-ku tidak memengaruhi dirinya. Bukan berarti dia tidak bisa marah. Untuk setiap kesalahanku yang ditangkapnya, dia berpotensi meneriaku. Untuk sinisme yang seringkali kulontarkan, dia berpotensi kesal sekesal-kesalnya. Tapi dia tidak pernah meludahiku. Dia yang mampu mengingatkan ku bahwa orientasi kehidupan selain di terima namun pula menerima, aku yang di paksakan dewasa oleh orientasiku sendiri terkadang tidak mampu memaafkan diriku sendiri namun dia selalu punya cara untuk memberikan maaf atas segala kegagalan ku.

Dia punya pandangan lain yang tidak mampu aku definisikan, aku ingat betul ketika aku dalam keadaan setengah gila, dia datang untuk menemaniku gila, ya tidak dia pernah berniat untuk menyembuhkan ku, Ratu Neptunus ini tau bukan tugas dan tanggung jawab dia untuk menyebuhkan Gila dan sakitnya, Tugas dia adalah menemaniku hingga aku waras dan normal. Diapun tidak pernah melarang ku untuk menangis, selalu dia berucap “Nangis saja, kamu tetap terlihat hebat walaupun menangis” .

Dan layaknya peramal dia bilang kepada ku bahwa tulisanku tetap bernyawa walau sepi pembaca, padahal dia sering kali tidak paham dengan istilah-istilah yang aku gunakan. Namun dia benar hari ini aku membuktikan bahwa aku masih dapat menulis, dan tulisan ini aku dedikasikan untuk wanita ini. Aku mencoba keluar dari tulisan aku biasanya agar dia mudah menegrti apa yang aku maksud. Setajam-tajamnya pengamatanku, pengamatannya jauh lebih tajam. Ia memakai perspective taking dengan caranya sendiri. Ia tidak pernah bilang “aku ini pakai perspective taking loh!”. Dia gak tahu istilah itu. Aku yang tahu. Dan dia memang tidak memerlukan suatu istilah apa pun untuk mendefinisikan perilakunya. Pacarku memang sederhana, tapi tidak sepele. Hidupnya mengamini kunfayakun yang difirmankan Tuhan kami. Terimakasih Tami, sudah mampu mengubah sudut pandangku terhadap dunia.

Salam Hangat

Aldi.

 

 


  • Share:

You Might Also Like

0 comments