Terimakasih, Tuhan

By Muhammad Renaldi - Wednesday, March 13, 2024

Masa lampau adalah wahana favorit ketika dulu hidup terasa jauh lebih mudah.


Aku bersyukur masih bisa merasakan apapun hari ini. Ada getir, takut, kecewa, amarah, harapan, dan segala yang menyertainya. Barangkali hidup memang seperti ini, terus menerus bertaruh pada hal yang belum terjadi, dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya.

Namun rasanya buruk sekali. Tidak ada yang dapat mengalahkan kesedihan dari mengetahui kita adalah pihak yang ditinggal. Dalam keadaan begitu, hidup pasti bersifat hitam-putih dan kategoris mutlak antara jahat-baik, benar-salah, setan-malaikat, bajingan-baik budi. Lalu sebenarnya aku harus apa? Menyerah salah, melangkah lelah, diam di tempat tak mengubah apa-apa.

Aku buka dengan kalimat sederhana:
Mencintaimu adalah derita, berhenti mencintaimu adalah siksa, tidak bisa kembali kemasa lalu untuk menghindari pertemuan pertama kita, tidak pula bisa kupercepat berlajannya waktu agar tak perlu merasakan perihnya tak bersama, memaksakan hasrat adalah mustahil, tak memiliki daya melawan realita, mencari pegantipun adalah nihil, membohongi hati adalah konyol dan sia-sia lalu aku harus bagaimana? aku terjebak dalam simalakama.

"bagaimana kelanjutanmu dengannya?"
"sudah lama usai"
''lantas mengapa kau masih memikirkan
dan merindukannya?"
"yang usai hubungan, bukan perasaan"
"bagaimana dengan ikhlasmu untuk
merelakan dirinya bahagia?"
"sudah ikhlas."
jika sudah ikhlas, lalu mengapa kau
masih saja merindukannya?"
"aku hanya mengikhlaskan, bukan
melupakan."

Lantas mengapa aku pikir semuanya akan mereda, aku sudah berusaha namun terkesan sia-sia, aku masih memikirkan dan mencoba memahami apa sesungguhnya aku sudah benar-benar ikhlas? mengapa aku masih merasa belum bisa lupa dan lepas dari segala angan-angan tentangnya.

Jika melepaskan adalah keindahan, maka meninggalkan adalah keberanian. Sementara itu mencintaimu akan selalu menjadi keabadian. Dan kamu adalah satu-satunya patah hati yang tidak bisa aku benci.

Aku pernah menjadi tetes air untuk orang yang menyimpan laut dalam dirinya, aku pernah mencoba menciptakan ramai untuk orang yang menyediakan pesta dalam dirinya. Tahun-tahun berlalu begitu saja. Ribuan hari pergi membawa cerita-cerita yang kita rangkai. kamu adalah orang yang pertama kali membuatku jatuh cinta sejatuh-jatuhnya, dan juga orang yang membuatku kecewa sedalam-dalamnya. Yang digenggam sekuat hatipun akan tetap terlepas bila bukan menjadi takdirnya. Yang dijaga sebaik-baiknya pun akan tetap hilang bila sudah habis masanya. Aku sempat menyangka kamu adalah seseorang yang dikirimkan Tuhan untuk kumiliki, tapi ternyata kamu adalah seseorang yang dikirimkan Tuhan agar aku belajar arti kehilangan. Sekarang, aku tidak tahu kamu ada di mana, bersama siapa, dan bercerita tentang apa pada pasanganmu. Terlepas dari apa yang sudah terjadi aku tak pernah menyalahkanmu atas rasa sakit terburuk yang kualami saat ini, karena pada dasarnya kamu adalah patah hati yang kuciptakan sendiri, dan untukmu, doaku tak sekali pun lupa kuhadiahkan, memohon agar kamu selalu baik-baik saja. Setiap kali aku mencoba berjalan memunggungi kenangan, ada begitu banyak hal yang menarik lengan ini ke belakang. Dadaku sesak, ingatanku kembali tertuju pada sosok yang telah lama pergi. Aku pernah kehilangan seseorang, tapi tidak pernah sekehilangan ini. Kamu adalah seseorang yang pernah membuatku tak henti hentinya bersyukur sebab dipertemukan Tuhan denganmu. Kamu adalah seseorang yang pernah membuatku tak lagi mencari pelengkap hidup karena kumerasa sudah menemukanmu. Namun, kamu tidak untukku. Kamu untuk orang lain. Aku hanya diperkenankan Tuhan untuk mengenalmu, bukan memilikimu. Dan. disinilah aku sekarang. Tenggelam di dalam kepalaku sendiri. Dikutuk untuk mendekam dalam sebuah keadaan. Menjadi seseorang yang tak lagi diingat, oleh seseorang yang tak sedikit pun bisa kulupakan.

Pergilah, cari kebahagiaanmu yang tak pernah kau temukan pada diriku, kejar mimpimu yang tak pernah ingin kau wujudkan bersamaku, tak apa, aku rela. Jangan cemaskan bagaimana aku tanpamu, jangan tanyakan bagaimana aku merawat lukaku. Namun, di saat kamu sudah benar-benar bahagia, izinkanlah aku memohon satu hal padamu, Sempatkanlah sesekali kamu berdoa untukku agar Tuhan memampukan hatiku melupakanmu, hanya itu. Jadi sekali lagi, aku terima perubahan hari-hariku tanpamu, aku lepaskan enkau, Karena nyatanya memang tidak akan pernah ada kesempatan kedua untuk yang dengan sengaja melukai hati yang pernah benar-benar percaya padaku. jika seseorang benar-benar ingin bertahan, dia hanya butuh satu alasan saja, meski itu alasan yang tidak masuk akal sekalipun. Jika pada dasarnya kamu memang ingin bertahan, maka kamu akan tetap bertahan, tidak peduli ketika ada puluhan ribu alasan yang lebih masuk akal yang bisa kamu pakai untuk meninggalkan. Karena, tak ada yang lebih menyakitkan daripada mencintai seseorang yang tidak ditakdirkan untuk dimiliki. Dan pada akhirnya, kita hanyalah dua insan yang pernah berjanji untuk tidak saling meninggalkan. 

Pada bait terakhir tulisan ini, jangan permasalahkan kenapa aku menuliskan cerita ini lagi. Aku cuma peduli, bukan berarti ingin kembali. Aku cuma bertanya, bukan mengajak berkelana. Jangan pikir macam-macam lagi, soal kita. Sudah jelas semuanya. Usai dan sirna. 

Terimakasih untuk masih menyempatkan waktu membaca tulisan ini. Karna Aku menulis menurut niatku. Dan jangan kalian, menafsirkan perkataanku menurut niat kalian masing-masing.

Mrnldi

  • Share:

You Might Also Like

0 comments